News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Makna Hadits Iman akan kembali ke Kota Madinah Seperti kembalinya Ular ke Sarangnya | Konsultasi Muslim

 


Banyak kita temukan di Media Sosial yang membahas tentang hadits ini. Dan hadits ini sering sekali dijadikan alat untuk menyerang kelompok yang tidak sejalan dengannya dengan anggapan bahwa akidah dan tauhid serta negara tertentu rusak aqidahnya dan hanya ulama Madinah saja yang lurus aqidahnya.

Namun pemahaman semacam ini adalah pemahaman yang keliru, sebab tafsir sesungguhnya bukanlah seperti itu. Jika hanya membaca terjemahan dari hadist tersebut memang seakan-akan Madinahlah tempat orang-orang yang benar imannya dan yang lain keimanannya tidak benar. Maka tafsiran yang benar menurut ulama adalah sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى المَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

Sesungguhnya Iman itu akan kembali ke Madinah sebagaimana kembalinya ular ke dalam sarangnya. (HR. Bukhari, hadist no. 1876 dan Muslim, hadist no. 147).

Tafsiran ulama hadist mengenai hadist di atas :

1. Imam Ibnu Bathol rohimahullah menuqil perkataan Al-Muhlib di dalam kitabnya Syarah Shahih Bukhari :

قال المهلب: فيه أن المدينة لا يأتيها إلا المؤمن، وإنما يسوقه إليها إيمانه ومحبته فى النبى (صلى الله عليه وسلم) فكأن الإيمان يرجع إليها كما خرج منها أولا، ومنها ينتشر كانتشار الحية من جحرها، ثم إذا راعها شىء رجعت إلى جحرها، فكذلك الإيمان لما دخلته الدواخل لم يقصد المدينة إلا مؤمن صحيح الإيمان

Al-Muhlib berkata : Hadist ini menunjukkan bahwa Madinah tidak didatangi kecuali orang-orang yang beriman, dan yang mendorongnya untuk mendatangi Madinah adalah karena kerinduan, keimanan dan kecintaanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seakan-akan iman itu kembali lagi ke Madinah sebagaimana waktu keluarnya pertama kali dari Madinah. Dan darinya iman menyebar seperti menyebarnya ular yang keluar dari sarangnya, kemudian jika ada yang melindunginya, maka dia akan Kembali ke sarangnya. Begitu juga iman, ketika memasuki bagian dalam kota Madinah, maka tidak ada yang bisa memasukinya kecuali seorang mukmin yang benar keimanannya. (Syarah Shahih Bukhari, jilid 4 halaman 548).

2. Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :

وهو يأرز إلى المدينة معناه أن الإيمان أولا وآخرا بهذه الصفة لأنه في أول الإسلام كان كل من خلص إيمانه وصح إسلامه أتى المدينة إما مهاجرا مستوطنا وإما متشوقا إلى رؤية رسول الله صلى الله عليه وسلم ومتعلما منه ومتقربا

Iman itu akan kembali ke sarangnya. Artinya, bahwasanya Iman semenjak awalnya hingga akhirnya dengan sifat ini (terjaga). Karena di masa awal Islam setiap yang murni keimanannya dan benar keislamannya datang ke Madinah sebagai orang yang berhijrah atau memang penduduk setempat. Atau juga sebagai orang yang rindu ingin melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, belajar dari Rasulullah, dan ingin lebih dekat dengannya. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 2 halaman 176).

3. Imam Badruddin Al-‘Ainy rohimahullah berkata di dalam kitabnya ‘Umdatul Qary Syarah Shahih Al-Bukhari :

قلت: هَذَا إِنَّمَا كَانَ فِي زمن النَّبِي، صلى الله عَلَيْهِ وَسلم، وَالْخُلَفَاء الرَّاشِدين إِلَى انْقِضَاء الْقُرُون الثَّلَاثَة، وَهِي تسعون سنة، وَأما بعد ذَلِك فقد تَغَيَّرت الْأَحْوَال وَكَثُرت الْبدع خُصُوصا فِي زَمَاننَا هَذَا على مَا لَا يخفى

Saya mengatakan : Hadist ini menceritakan tentang keimanan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khulafaur Rasyidin sampai akhir qurun (abad) ke 3 selama 90 tahun. Adapun setelah itu maka telah berubah keadaannya dan banyak perkara baru terutama di zaman kita sekarang ini yang sudah tidak menjadi rahasia lagi. (‘Umdatul Qary Syarah Shahih Al-Bukhari, jilid 10 halaman 240).

Inilah tafsiran yang benar mengenai hadist “Iman akan kembali ke Madinah seperti kembalinya ular ke dalam sarangnya”.

Maka dari itu hendaknya bijak dalam menyebarkan informasi dan membaca pendapat-pendapat ulama terdahulu sebelum mengamalkan sesuatu. Karna ulama adalah pewaris para nabi dan mereka bisa menjadi tauladan dalam menafsirkan dalil dari Al-Qur’an dan Hadits.

Sebelum menulis atau menyebarkan informasi, hendaknya membaca tafsiran ulama terdahulu mengenai itu, jangan sampai menafsirkan sendiri, apalagi mengarang cerita dengan mengatakan bahwa hanya ulama Madinah lah yang benar aqidahnya, atau misalnya hanya orang yang belajar di Universitas di Madinah lah yang selamat aqidahnya.

Semua butuh dalil dan pendapat ulama, ketika menulis dan menyebarkan sesuatu, pastikan yang disampaikan itu adalah perkataan ulama. Jadi tidak ngawur, karena yang disampaikan itu adalah pendapat ulama yang benar-benar berkompeten di bidangnya, bukan pendapat sendiri.

Nah, itulah yang terjadi sekarang di media sosial, banyak yang menafsirkan sendiri hanya untuk menjatuhkan ormas atau orang yang tidak sependapat dengannya. Padahal Islam memerintahkan kita untuk berlaku Tasaamuh (toleransi). Jika tidak sependapat, maka hormati pendapat orang lain, bukan lantas memaksa orang lain harus mengikuti pendapat seperti yang kita yakini.

Untuk itu, mari amalkan yang kita sepakati bersama, namun ketika kita berbeda pendapat, maka mari berlapang dada dalam menyikapinya, bukan lantas menyerang satu sama lain.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Tags

Posting Komentar