Hukum Meminta Ruqyah dalam Islam | Konsultasi Muslim
Perlu diketahui, bahwa memahami Al-Qur’an dan sunnah mestilah dengan pemahaman yang benar, dalam hal ini adalah kita meruju’ kepada pendapat ulama dan tidak menafsirkannya sendiri. Banyak diantara kaum muslimin yang salah memahami hadits tentang larangan meminta ruqyah. Mereka mengatakan bahwa meminta ruqyah tidak diperbolehkan di dalam Islam dan menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, benarkah demikian?
Hadits yang dimaksud adalah :
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي
سَبْعُونَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍ, قَالُوا : وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللّهِ؟
قَالَ : هُمُ الّذِينَ لاَ يَكْتَوُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ
وَعَلَى رَبّهِمْ يَتَوَكّلُونَ
Akan masuk surga dari umatku
70 ribu dengan tanpa hisab. Sahabat bertanya : Siapa mereka wahai Rasulullah?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Mereka adalah orang
yang tidak berobat dengan kay (besi), tidak minta diruqyah dan mereka
bertawakkal pada Allah.” (HR. Bukhari).
Tafsiran ulama mengenai
hadits ini :
Imam As-Syaukani
rohimahullah menuqil perkataan Imam An-Nawawi sebagaimana disebutkan di dalam
kitabnya Nailul Author :
قال النووي: لا مخالفة بل المدح في
ترك الرقى المراد بها الرقى التي هي من كلام الكفار، والرقى المجهولة والتي بغير
العربية وما لا يعرف معناه فهذه مذمومة لاحتمال أن معناها كفر أو قريب منه أو
مكروه. وأما الرقى بآيات القرآن وبالأذكار المعروفة فلا نهي فيه بل هو سنة. ومنهم
من قال في الجمع بين الحديثين إن الواردة في ترك الرقى للأفضلية وبيان التوكل وفي
فعل الرقى لبيان الجواز مع أن تركها أفضل
Imam An-Nawawi rohimahullah
berkata : Tidak ada pertentangan diantara 2 hadits, adapun pujian untuk
meninggalkan meminta ruqyah maksudnya adalah : Ruqyah yang berasal dari
perkataan orang-orang kafir, ruqyah yang tidak diketahui maknanya yang bukan
berasal dari bahasa Arab, maka isi kandungan ruqyah seperti ini tercela,
artinya kufur atau mendekatkan kepada kekufuran atau dibenci. Adapun quyah
dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan dengan dzikir-dzkir yang dikenali maka tidak
dilarang untuk melakukannya bahkan bisa dihukumi sunnah. Dan diantara ulama ada
yang mengatakan : Mengkompromikan 2 hadits ini sesungguhnya hadits yang
disebutkan itu dalam rangka meninggalkan meminta ruqyah lebih utama untuk
menampakkan tawakkal, dan adapun melakukan ruqyah maka menunjukkan akan
kebolehannya, namun meninggalkan meminta ruqyah lebih utama. (Nailul Author,
jilid 8 halaman 231).
Imam
An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitab Syarah Shahih
Muslim :
وَأَمَّا الرُّقَى بِآيَاتِ الْقُرْآن ، وَبِالْأَذْكَارِ الْمَعْرُوفَة ، فَلَا نَهْي فِيهِ ، بَلْ هُوَ سُنَّة . وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ فِي الْجَمْع بَيْن الْحَدِيثَيْنِ إِنَّ الْمَدْح فِي تَرْك الرُّقَى لِلْأَفْضَلِيَّةِ ،وَبَيَان التَّوَكُّل
Adapun ruqyah yang lafadz
nya berasal dari ayat-ayat Al-Quran, dan dzikir-dzikir yang ma'ruf (dikenal),
maka hal itu tidak dilarang, bahkan hukumnya bisa menjadi Sunnah. Di antara
mereka ada yang mengatakan dalam mengkompromikan dua hadits (yang nampak
bertentangan), sesungguhnya pujian untuk meninggalkan ruqyah menunjukkan (yang
lebih utama), dan menampakkan tawakkal. (Syarah Shahih Muslim, jilid 7 halaman
325).
Lajnah Fatwa As-Syabakah
Al-Islamiyyah menuqil perkataan Imam An-Nawawi rohimahullah di dalam kitab
Fatawa As-Syabakah Al-Islamiyyah :
والمختار الأول وقد نقلوا الإجماع
على جواز الرقى بالآيات، وأذكار الله تعالى قال المازري: جميع الرقى جائزة إذا
كانت بكتاب الله أو بذكره، ومنهي عنها إذا كانت باللغة العجمية، أو بما لا يدرى
معناه، لجواز أن يكون فيه كفر
Pendapat yang dipilih adalah
yang pertama. Para ulama bahkan ada yang menukil adanya ijma’ (kesepakatan
ulama) atas bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan dzikir-dzikir kepada
Allah Ta'ala. Al-Maziri berkata : seluruh Ruqyah diperbolehkan apabila
menggunakan kitabullah atau dzikir. Dan ruqyah akan terlarang apabila
menggunakan bahasa selain Arab atau yang tidak dipahami maknanya, karena adanya
kemungkinan terkandung kekufuran di dalamnya. (Fatawa As-Syabakah
Al-Islamiyyah, jilid 1 halaman 3401).
Berdasarkan perkataan ulama
di atas, bahwa meminta ruqyah dibolehkan di dalam Islam, adapun yang dimaksud
larangan meminta ruqyah dalam hadits di atas adalah ruqyah yang berasal dari
perkataan orang-orang kafir, ruqyah tersebut tidak diketahui maknanya dan bukan
berasal dari bahasa Arab. Inilah yang dimaksud dalam hadits di atas menurut
para ulama. Adapun ruqyah yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an ataupun
dzikir-dzikir yang berasal dari Al-Qur’an, maka diperbolehkan oleh para ulama.
Untuk itu sebagai seorang
muslim hendaknya melihat tafsiran para ulama terlebih dahulu agar tidak
memahami hadits secara zohir saja karna tidak semua yang zohir bisa dipahami
seperti itu, namun terkadang membutuhkan tafsiran ulama mengenai hal itu.
Seperti halnya hadits yang menerangkan bahwa orang yang bunuh diri, dia kekal
di dalam neraka.
Dari Abu
Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ
فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَنْ شَرِبَ سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ
فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا،
وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ
جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Barangsiapa yang bunuh diri
dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu dia arahkan
untuk menikam perutnya dalam neraka Jahanam secara terus-menerus dan dia kekal
di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara meminum racun maka dia
akan selalu menghirupnya di neraka Jahannam dan dia kekal di dalamnya.
Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara terjun dari atas gunung, maka dia akan
selalu terjun ke neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya. (HR. Muslim, hadist
no. 109).
Zohir hadits ini menerangkan
bahwa orang yang bunuh diri kekal di dalam neraka, padahal dia seorang muslim,
bukankah orang yang kekal di dalam neraka itu orang-orang kafir? Dan bukankah
orang yang di dalam hatinya mengakui Tiada Tuhan yang berhak disembah selain
Allah akan dikeluarkan dari neraka?
Hadits yang dimaksud adalah
:
Dari Anas bin Malik
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ،
وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ
وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Akan keluar dari neraka
orang-orang yang mengucapkan La Ilaaha Illallaah, sedangkan dalam hatinya
terdapat kebaikan seberat biji beras. Akan keluar dari neraka orang-orang yang
mengucapkan La Ilaaha Illallaah sedangkan dalam hatinya terdapat kebaikan
seberat biji gandum. Dan akan keluar dari neraka orang-orang yang mengucapkan
La Ilaaha Illallaah sedangkan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji
sawi. (HR. Bukhari, hadits no. 44).
Kalau begitu hadits ini dan
hadits yang menerangkan bahwa orang yang bunuh diri kekal di neraka saling
bertentangan dong?
Maka dari itu kita butuh
tafsiran para ulama bukan memahami ayat atau hadits secara zohir saja dan
memahaminya sendiri.
Bagaimana tafsiran ulama
mengenai hadits orang yang bunuh diri kekal di dalam neraka?
Imam
An-Nawawi rohimahullah mengomentari hadist di atas dalam
kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :
قوله صلى الله عليه وسلم فهو في نار
جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا فقيل فيه أقوال
أحدها أنه محمول على من فعل ذلك
مستحلا مع علمه بالتحريم فهذا كافر وهذه عقوبته
والثاني أن المراد بالخلود طول
المدة والإقامة المتطاولة لا حقيقة الدوام كما يقال خلد الله ملك السلطان
والثالث أن هذا جزاؤه ولكن تكرم
سبحانه وتعالى فأخبر أنه لا يخلد في النار من مات مسلما
Sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa dia kekal selama-lamanya di dalam neraka Jahanam,
maka dalam hal ini dikatakan ada beberapa pendapat :
1. Bahwasanya hadist ini
mesti dipahami dalam konteks orang yang mati karena bunuh diri dan menganggap
bahwa tindakan bunuh diri adalah halal padahal dia tau bahwa bunuh diri itu
haram. Dalam hal ini menjadikannya kafir dan kekal di dalam neraka sebagai
siksaan baginya.
2. Bahwa yang dimaksud
dengan kekal di dalam neraka adalah lama waktu menetap di dalam neraka, bukan
kekal dalam arti sesungguhnya, sebagaimana dikatakan “khalladallahu mulkas
sulthan” (Semoga Allah kekalkan kekuasaan sultan).
3. Bahwa kekekalan di dalam
neraka sebagai balasan atas perbuatannya, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala
bermurah hati sehingga Dia mengabarkan bahwa tidak kekal di dalam neraka jika
mati dalam keadaan sebagai muslim.
(Al-Minhaj Syarah Shahih
Muslim, jilid 2 halaman 125).
Inilah yang di maksud hadist
di atas, bahwa seorang muslim kekal di dalam neraka adalah :
1. Dia menganggap bahwa
bunuh diri itu halal baginya. Maka dia kekal di dalam neraka karena dia telah
kafir disebabkan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Yang dimaksud kekal itu
lama waktu menetap di dalam neraka.
3. Kekal yang dimaksud
adalah yang sebenarnya, namun karena dia mati dalam keadaan beragama Islam,
maka Allah keluarkan dia dari neraka.
Oleh karnanya kita butuh
ulama, karena kita tidak mungkin langsung kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah
tanpa bimbingan dari ulama.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi
Posting Komentar