News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Hukum Imam Membaca surat Panjang ketika Shalat Berjamaah | Konsultasi Muslim

 


Seorang imam haruslah memperhatikan keadaan jama’ah yang berada di belakangnya dan mempertimbangkan bacaan dalam shalat berjama’ah. Terkadang jama’ah shalat berjam’ah bukan hanya dari golongan yang muda saja, tapi juga ada orang-orang yang sudah tua yang ikut untuk shalat berjam’ah. Bahkan di beberapa Masjid di Indonesia jama’ah shalat berjama’ah lebih banyak orang-orang tua daripada anak-anak mudanya.

Keadaan jam’ah sangatlah penting untuk dperhatikan, karena mereka seharian bekerja di luar dan malamnya dalam keadaan capek serta tidak kuat berdiri terlalu lama. Dan ketika imam membaca surat-surat panjang, maka makmum menjadi tidak kusyu’ dalam shalatnya disebabkan capek dan tidak kuat berdiri terlalu lama. Maka jangan sampai seorang imam menzolimi makmum yang berada di belakangnya disebabkan bacaan suratnya yang panjang dalam shalat.

Hal ini pernah diperingatkan oleh baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 1400 tahun yang lalu dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk tidak memperpanjang bacaan surat ketika shalat berjama’ah.

Sahabat Mu’adz pun dulu pernah ditegur oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau mengimami shalat berjama’ah dan membaca surat-surat yang panjang dan diadukan oleh seorang sahabat kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abdullah bin Jabir rodhiyallahu ‘anhu berkata :

أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَانَ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فَيُصَلِّي بِهِمُ الصَّلاَةَ، فَقَرَأَ بِهِمُ [ص:27] البَقَرَةَ، قَالَ: فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلاَةً خَفِيفَةً، فَبَلَغَ ذَلِكَ مُعَاذًا، فَقَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ، فَبَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا، وَنَسْقِي بِنَوَاضِحِنَا، وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى بِنَا البَارِحَةَ، فَقَرَأَ البَقَرَةَ، فَتَجَوَّزْتُ، فَزَعَمَ أَنِّي مُنَافِقٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا مُعَاذُ، أَفَتَّانٌ أَنْتَ - ثَلاَثًا - اقْرَأْ: وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى وَنَحْوَهَا

Bahwa Mu'adz bin Jabal rodhiyallahu ‘anhu pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia mendatangi kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surat Al-Baqarah, Jabir melanjutkan : Maka seorang laki-laki pun keluar dari shaf lalu dia shalat dengan shalat yang agak ringan, ternyata hal itu sampai kepada Mu'adz, dia pun berkata : “Sesungguhnya dia adalah seorang munafik.” Ketika ucapan Mu'adz sampai ke laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Mu'adz shalat mengimami kami dengan membaca surat Al-Baqarah, hingga saya keluar dari shaf, lalu dia mengiraku seorang munafik.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Mu'adz, apakah kamu hendak membuat fitnah?” Beliau mengucapkannya tiga kali. “Bacalah Was syamsi wadhuaha dan Sabbihisma robbikal a'la atau yang serupa dengan surat ini. (HR. Bukhari, hadist no. 6106).

Imam An-Nawawi rohimahullah mengomentari hadist di atas di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :

واستدل أصحابنا وغيرهم بهذا الحديث على أنه يجوز للمأموم أن يقطع القدوة ويتم صلاته منفردا وإن لم يخرج منها

Hadist ini adalah dalil sahabat kami (ulama mazhab Syafi’i) bahwa bolehnya makmum membatalkan shalatnya dan menyempurnakan shlatnya sendiri, bahkan sekalipun dia tidak keluar dari tempat shalat tersebut. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 4 halaman 182).

Beliau rohimahullah melanjutkan :

وفي هذه المسألة ثلاثة أوجه لأصحابنا أصحها أنه يجوز لعذر ولغير عذر والثاني لا يجوز مطلقا والثالث يجوز لعذر ولا يجوز لغيره

Mengenai masalah ini ada 3 pendapat ulama mazhab Syafi’i :

1. Boleh bagi orang yang ada udzur dan yang tidak mempunyai udzur

2. Tidak boleh secara Mutlaq

3. Boleh hanya bagi yang mempunyai udzur dan tidak boleh bagi yang tidak mempunyai udzur. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 4 halaman 182).

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengingatkan sahabat Mu’adz bin Jabal agar jangan sampai melakukan hal itu, sebab bisa menimbulkan fitnah diantara kaum muslimin. Fitnahnya bukan dalam rangka mengada-adakan sesuatu yang buruk pada orang lain, akan tetapi akan tetapi membuat jama’ah tidak khusyu’ dalam shalatnya sehingga mereka meninggalkan shalat berjama’ah seperti yang terjadi pada salah satu jama’ah yang di imami oleh sahabat Mu’adz bin Jabal.

Untuk itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Mu’adz bin Jabal untuk membaca surat As-Syams dan Al-A’la dan surat-surat pendek yang serupa dengannya.

Imam Ibnu Rojab Al-Hanbali rohihamullah berkata di dalam kitabnya Fathul Baari Libni Rojab :

فيستدل بهذا: عَلَى أن الإمام إذا طول عَلَى المأموم وشق عَلِيهِ إتمام الصلاة مَعَهُ؛ لتعبه أو غلبه النعاس عَلِيهِ أن لَهُ أن يقطع صلاته مَعَهُ، ويكون ذَلِكَ عذراً فِي قطع الصلاة المفروضة، وفي سقوط الجماعة فِي هذه الحال، وأنه يجوز أن يصلي لنفسه منفرداً فِي المسجد ثُمَّ يذهب، وإن كان الإمام يصلي فِيهِ بالناس

Hadits ini menjadi dalil bahwa jika imam memperpanjang bacaannya, dan dapat menyusahkan orang yang bermakmum pada imam tersebut, karena makmum tersebut capek atau mengantuk, maka makmum tersebut boleh memutus shalatnya bersama imam. Hal itu adalah udzur untuk memutus shalat fardhu dan menggugurkan jamaah pada kondisi tersebut. Diperbolehkan bagi makmum tersebut untuk melakukan shalat sendiri di dalam masjid tersebut kemudian pulang, walaupun imam masih melakukan shalat jama’ah bersama makmum-makmum yang lain. (Fathul Baari Libni Rojab, jilid 6 halaman 212).

Seorang imam adalah pemimpin dalam shalat dan dia yang bertanggung jawab terhadap makmumnya, dan hendaklah dia memperhatikan keadaaan-keadaan makmumnya serta jangan sampai menzoliminya disebabkan bacaan surat yang panjang ketika shalat.

Pernah juga terjadi pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seorang wanita yang membawa anak kecil ke Masjid, kemudian anaknya tersebut menangis tatkala baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengimami. Maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercepat shalatnya karena khawatir ibunya cemas kepada anaknya.

Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya Qatadah rodhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

Saat Aku sedang shalat, aku ingin memperlama shalatku, lalu aku mendengar tangisan bayi, aku pun mempercepat shalatku khawatir akan memberatkan ibunya. (HR. Bukhari, hadist no. 707).

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata :

مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلاَةً، وَلاَ أَتَمَّ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ

Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar tangisan bayi, maka beliau mempercepat shalatnya karena khawatir ibunya cemas. (HR. Bukhari, hadist no. 708).

Syekh Ar-Ruhaibani Ad-Dimasqi Al-Hanbali rohimahullah berkata di dalam kitabnya Matholibu Ulin Nuha :

وَيُسَنُّ لِإِمَامٍ تَخْفِيفُ الصَّلَاةِ إذَا عَرَضَ لِبَعْضِ مَأْمُومِينَ فِي أَثْنَاءِ الصَّلَاةِ مَا يَقْتَضِي خُرُوجَهُ مِنْهَا كَسَمَاعِ بُكَاءِ صَبِيٍّ

Dan dianjurkan bagi imam untuk meringankan shalatnya ketika ada masalah dengan sebagian makmum pada saat shalat jama’ah, sehingga mendesak makmum untuk segera menyelesaikan shalatnya, seperti mendengar tangisan bayi. (Matholibu Ulin Nuha, jilid 1 halaman 640).

Oleh karnanya seorang imam harus menyesuaikan dengan keadaan makmumnya. Jika makmumnya banyak dari kalangan orang tua dan pekerja, jangan terlalu panjang membaca ayat atau surat ketika shalat berjama’ah, sebab bisa menyebabkan shalat menjadi tidak khusyu’. Hendaklah imam membaca surat-surat pendek dan ayat-ayat yang tidak terlalu panjang, agar imam dan makmum sama-sama khusyu’ di dalam shalat dan sama-sama mendapat ridho dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Tags

Posting Komentar